Minggu, 29 Desember 2019

Hubungan Serikat Karyawan Manajemen


Hubungan Serikat Karyawan Manajemen



Nama           : Ayu Aisyah Amini
NPM            : 21216231
Kelas            : 4EB10
Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2019




BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan ekonomi, ada beberapa hal yang menjadi faktor penentu keberhasilan sutu perusahaan, diantaranya adalah baiknya sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan. Para manajer sangat sadar akan nilai investasi mereka dalam hal sumber daya manusia. Mulai dari menemukan, mempekerjakan, memotivasi, melatih, mendisiplinkan, dan mengembangkan karyawan menjadi prioritas nomor satu bagi mayoritas bisnis.
Adanya hubungan ketenagakerjaan (labour relations) yang merupakan hubungan berkesinambungan di antara sekolompok karyawan dengan manajemen perusahaan, memungkinkan para karyawan membentuk suatu perkumpulan atau organisasi yang dinamakan serikat karyawan. Terbentuknya serikat karyawan ini dikarenakan rasa ketidakpuasan karyawan terhadap berbagai kondisi perusahaan. Hubungan ini meliputi negosiasi kontrak tertulis menyangkut gaji, jam kerja, ketentuan kerja dan intepretasi serta pelaksanaan kontrak selama jangka waktu berlakunya. Pengetahuan tentang hubungan ketenagakerjaan dan perundingan bersama adalah penting. Pada kenyataannya, sulit memisahkan hubungan ketenagakerjaan sebagai fungsi sumber daya manuusia dari banyak aktivitas sumber daya manusia lainnya.
Penggunaan kegiatan kolektif seperti serikat karyawan ini, menciptakan berbagai kendala atau batasan baru bagi manajemen personalia. Batasan-batasan baru ini dalam praktek pelaksanaanya sulit diterima para manajer. Ini tidak berarti akhir kesuksesan dari suatu organisasi, karena masih banyak perusahaan yang sukses dalam menjalankan usahanya dengan mempunyai satu atau lebih serikat karyawan.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1      Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan
Pada saat pembentukannya, suatu serikat pekerja/serikat buruh (SP) harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Hal ini berdasarkan Pasal 11 Serikat Kerja/Serikat Buruh, yang berbunyi:
1.     Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
2.     Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat:
a.  nama dan lambang;
b. dasar negara, asas, dan tujuan;
c.  tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e.  keanggotaan dan kepengurusan;
f.  sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
Setelah proses pembentukannya selesai, maka tahapan yang harus dilakukan berikutnya adalah memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga Kerja dari pemerintah Kabupaten atau walikotamadya di mana perusahaan berdomisili) untuk dilakukan pencatatan atas pembentukan SP tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 18 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang berbunyi:
1.     Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
2.     Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat a(1) dengan dilampiri:
a.     daftar nama anggota pembentuk;
b.     anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c.     susunan dan nama pengurus.
2.2      Langkah-langkah Pihak Manajemen
Tahapan yang harus dilakukan setelah pembentukan serikat pekerja adalah memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga Kerja dari pemerintah Kabupaten atau walikotamadya di mana perusahaan berdomisili) untuk dilakukan pencatatan atas pembentukan SP tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 18 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang berbunyi:
1.     Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
2.     Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri:
a.     daftar nama anggota pembentuk;
b.     anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c.     susunan dan nama pengurus.

2.3      Perundingan Kolektif
Perundingan kolektif adalah suatu proses dimana perwakilan manajemen dan serikat pekerja yang bertemu untuk merundingkan satu kesepakatan tenaga kerja. Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuan tentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.
1.     Faktor-faktor Pengaruh dalam Perundingan Kolektip
A.    Cakupan rundingan
Yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja, seperti dalam suatu departemen, devisi, perusahaan atau keseluruhan karyawan dalam suatu industry.
B.    Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan
Selain penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat yang kadang-kadang digunakan :
a.     Pemogokan
b.     Mencegah atua menghalangi karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan.
C.    Peran pemerintah
Serikat karyawan dan buruh sering lebih mempersilahkan intervensi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah hubungan kerja mereka. Interverensi ini paling tidak dlam bentuk segala perundang-undangan dan peraturan di bidang perburuhan.
D.    Kesediaan perusahaan
Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat karyawan di tentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan menggunakan alat-alat pemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing, demosi dan sebagainya)
2.     Manajemen menggunakan beberapa teknik untuk mempersiapkan perundingan.
Pertama: manajemen menyediakan data yang merupakan landasan membangun posisi perundingannya. Berupa data upah dan tunjangan, serta perbandingan tarif upah local dan tarif yang dibayar untuk pekerja yang sama dalam indusrti. Data tentang distribusi tenaga kerja (misal ; dari segi usia, jenis kelamin, senioritas), factor-faktor tersebut juga menentukan apa yang sesungguhnya akan di bayar dalam tunjangan. Yang juga penting adalah data ekonomi internal menyangkut baiaa tunjangan, level pendapatan keseluruhan, dan jumlah serta biaya kerja lembur. Manajemen juga akan ‘membiayai’ kontrak tenaga kerja terbaru dan menetapkan biaya yang meningkat-total, per karyawan, dan per-jam dari tuntutan serikat pekerja.
Kedua: survey sikap untuk menguji reaksi dari karyawna terhadap berbagai seksi kontrak yang mungkin dirasakan manajemen menuntut perubahan dan konferensi tidak resmi dengan pemimpin serikat pekerja setempat guna membahas efektivitas operasional dari kontrak dan mengusulkan pemeriksaan percobaan tentang gagasan manajemen bagi perubahan.
3.     Tahap-tahap perundingan
perundingan actual khususnya berlangsung melalui  beberapa tahap pengembangan.
Pertama: masing-masing pihak menyajikan tuntutannya. Tahap ini kedua pihak biasanya cukup jauh berdasarkan beberapa soal.
Kedua: ada satu pengurangan tuntutan. Pada tahap ini masing-masing pihak menukarkan beberapa dari tuntutannya untuk mendapatkan yang lain.
Ketiga: semua pihak membentuk subkomite gabungan untuk mencoba mewujudkan alternative yang masuk akal.
Keempat: perwakilan serikat pekerja memeriksa secara informal para penyelia mereka dan anggota serikat pekerja, perwakilan manajemen memeriksa manajemen puncak. Akhirnya, begitu segala sesuatu menjadi teratur, satu persetujuan resmi disepakati dan ditandatangani.
4.     Proses perundingan kolektif
a.     Tahap persiapan negosiasi.
b.     Tahap keberhasilan perundingan tergantung pada kesiapan kedua belah pihak.
c.     Kegiatan-kegiatan follow-up, yaitu administrasi perjanjian kerja.


2.4      Kesepakatan Kerja Bersama
Kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Peraturan-peraturan yang mendasari diperlukannya KKB/PKB antara lain adalah:
1.     UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2.     UU No. 1 Tahun 1954 tentang Perjajian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan Majikan
3.     UU No. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama
4.     PP No.49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan
5.     Kepmenaker No.Per-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama

2.5      Hubungan Pekerja Manajemen
1.       Hubungan yang kurang harmonis
       Tujuan para pekerja, serikat pekerja, manajemen, dan pemerintah seringkali tidak berjalan seiring. Sehingga, sering muncul hubungan yang kurang harmonis, dimana pekerja dan manajemen berusaha untuk memperoleh potongan yang lebih besar dari pendapatan yang ada. Secara historis, SP mengambil sikap yang kurang harmonis dalam interaksinya dengan manajemen. Fokus tuntutannya adalah pada upah, jam kerja, dan kondisi kerja sebagai usaha untuk memperoleh “lebih banyak dan lebih baik” dari yang selama ini diterima dari perusahaan.
2.       Hubungan Kooperatif
       Dalam satu hubungan yang kooperatif, peran serikat pekerja adalah sebagai mitra, bukan pengkritik, dan SP mempunyai tanggung jawab yang sama dengan manajemen untuk mencapai solusi yang kooperatif yang menghasilkan sesuatu seperti yang ditunjukkan dalam “kemitraan dalam perundingan kolektif”. Oleh karenanya, hubungan yang kooperatif membutuhkan suatu hubungan dimana serikat pekerja dan manajemen bersama-sama memecahkan masalah, saling berbagi informasi, dan mencari pemecahan yang integrative

2.6      Tindakan Disiplin dan pengaduan
Disiplin karyawan dan prosedur menangani keluhan karyawan digunakan oleh organisasi untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelang-garan peraturan kerja organisasional atau masalah kerja yang buruk.  Apabila seorang karyawan mempunyai keluhan terhadap organisasi atau manajemen, sewajarnya karyawan tersebut menggunakan prosedur untuk menyelesaikan masalahnya.
Agar dapat berkompetisisecara efektif, organisasi harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa mereka yang berkinerja bagus dimotivasi untuk tetap bertahan bekerja bersama organisasi, sedangkan mereka yang memiliki kinerja  rendah didorong untuk meningkatkan kinerjanya atau kalau perlu dipaksa untuk meninggalkan organisasi.  Bagaimanapun juga , mempertahankan orang-orang yang berkinerja tinggi tidaklah selalu mudah.  Untuk melaksanakan hal tersebut, organisasi dapat menggunakan program-program seperti, pengembangan karyawan, pengelolaan kinerja dan pengembangan karir.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan Pasal 11 Serikat Kerja/Serikat Buruh, pada saat pembentukan suatu serikat pekerja/serikat buruh (SP) harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Tahapan yang harus dilakukan setelah pembentukan serikat pekerja adalah memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga Kerja dari pemerintah Kabupaten atau walikotamadya di mana perusahaan berdomisili) untuk dilakukan pencatatan atas pembentukan SP tersebut.
Perundingan kolektif adalah suatu proses dimana perwakilan manajemen dan serikat pekerja yang bertemu untuk merundingkan satu kesepakatan tenaga kerja. Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuan tentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.
Kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Ada beberapa hubungan Pekerja Manajemen, yaitu hubungan yang kurang harmonis dan hubungan Kooperatif.
Disiplin karyawan dan prosedur menangani keluhan karyawan digunakan oleh organisasi untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelang-garan peraturan kerja organisasional atau masalah kerja yang buruk. 

      





DAFTAR PUSTAKA
www.mdp.ac.id
https://daudydingga.wordpress.com/2014/01/07/manajemen-sdm-bab-7-14/
http://verahadiyati.blogspot.com/2012/12/perundingan-kolektif.html
 http://blitarbelajar.blogspot.com/2010/03/makalah-serikat-karyawan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar