Kamis, 05 Desember 2019

Kepuasan kerja


Kepuasan Kerja


Nama           : Ayu Aisyah Amini
NPM            : 21216231
Kelas            : 4EB10
Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2019


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi ini, setiap perusahaan berusaha meningkatkan serta mengembangkan perusahaan dengan mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam program untuk meningkat kinerja para karyawan. Banyak faktor yang terkait dalam perbaikan kinerja perusahaan. Perusahaan kurang menerapkan sistem promosi jabatan dengan benar. Promosi jabatan merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan sehingga karyawan bisa bekerja mencapai target perusahaan, yang akhirnya akan memampukan perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya.
Bagi setiap perusahaan, karyawan bagian produksi merupakan sumber daya yang tidak kalah pentingnya dengan sumber daya perusahaan yang lainnya. Bahkan, karyawan bagian produksi memegang kendali dalam proses produksi. Dengan kata lain, lancar atau tidaknya sebuah proses produksi akan sangat tergantung pada karyawan pelaksana produksi tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Apa itu Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. (Hasibuan, 2001: 202).
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka yakini apa yang seharusnya mereka terima(Stephen P. Robbins, 1996 : 26).
Kepuasan kerja adalah kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya antara apa yang diharapkan pegawai dari pekerjaan/kantornya (Davis, 1995: 105).
Dalam bukunya, “Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi “,Robbins mengatakan: “ Kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan sebagainya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu, sebaliknya seseorang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap kerja itu. (Robbins, 1996: 179).

2.2      Aspek-aspek kepuasan kerja
Lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu:
1.     Pekerjaan itu sendiri (Work Itself)
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2.     Atasan (Supervisior)
Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.
3.     Teman sekerja (Workers)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4.     Promosi (Promotion)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5.     Gaji/Upah (Pay)
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.

2.3      Faktor-faktor penentu kepuasan kerja
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pekerja, antara lain:
1.     Faktor Individu
Faktor ini meliputi usia pegawai, kesehatan, kercerdasan (IQ), latar belakang pendidikan, emosi, sikap kerja, pola pikir, dan kepribadian.
2.     Faktor Intrinsik Pekerjaan
Faktor ini meliputi atribut kerja yang mengharuskan pegawai memiliki skill khusus, tingkat kesulitan pekerjaan, kebanggaan atas suatu pekerjaan.
3.     Gaji dan Fasilitas
Faktor penghasilan seringkali berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seorang pegawai. Selain itu, fasilitas jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan rumah, juga menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja.
4.     Pengawasan/ Penyeliaan
Pengawasan dan supervisi sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja seorang pekerja. Supervisi yang buruk dapat mengakibatkan hasil kerja yang tidak maksimal dan tingginya turnover.
5.     Rekan Kerja dan Sosial
Hubungan dengan rekan kerja sejawat juga berperan terhadap tingkat kepuasan kerja seseorang. Seringkali kualitas hubungan dengan rekan kerja berpengaruh pada hasil kerja para pegawai.
Selain itu, faktor sosial di perusahaan dan di luar juga mempengaruhi job satisfaction. Misalnya kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, hubungan keluarga, dan lain-lain.
6.     Kondisi Kerja
Faktor ini meliputi situasi dan kondisi kerja, ventilasi, kantin, tempat parkir, dan lain-lain. Keamanan kerja juga menjadi faktor penting dalam menunjang kepuasan kerja karena mempengaruhi perasaan selama bekerja di suatu tempat.

2.4      Konsekuensi kepuasan kerja
Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya mengenai kepuasan kerja, maka beberapa konsekuensi kepuasan kerja dapat dirangkum sebagai berikut :
1.       Kepuasan dan Motivasi
Suatu penelitian meta analisis yang dilakukan oleh A J Kinicki, dkk (2000) meliputi 9 hasil analisis yang melibatkan 2.237 orang pekerja mengungkapkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja. Karena kepuasan dengan pengawasan berkorelasi secara signifikan dengan motivasi, para manager disarnkan untuk mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan kerja. Para manager secara potensial meningkatkan motivasi para karyawan melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja
2.       Kepusan dan Keterlibatan dalam Pekerjaan
Keterlibatan dalam pekerjaan merupakan keterlibatan individu dengan peran dalam pekerjaannya. Suatu meta analisis yang melibatkan 27.925 responden dari 87 penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pekerjaan memiliki keterkaitan dengan kepuasan kerja (S, P, Brown, 1996)
3.       Kepuasan dengan OCB
Kepuasan kerja dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi perilaku ekstra peran (OCB). Berdasarkan meta analisis yang mencakup 6.746 orang yang terdiri dari 28 penelitian terpisah mengungkapkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara perilaku sebagai anggota organisasi yang baik dengan kepuasan (Organ dan Ryan, 1995).
Robbins (2007) menjelaskan bahwa adalah logis menganggap kepuasan sebagai predictor utama OCB, karena karyawan yang puas cenderung akan berbicara positif mengenai organisais, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu, karyawan yang puas mungkin akan memberikan peran yang lebih karena merespon pengalaman positif mereka.
4.       Kepuasan kerja dengan Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi mencerminkan bagaimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Sebuah meta analisis dari 68 penelitian yang melibatkan 35.282 orang individu mengungkapkan adanya hubungan yang kuat antara komitmen dan kepuasan kerja (Tett dan Meyer, 1993). Para manager disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan mendapatkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang tinggi dapat mempermudah terwujudnya produktivitas yang lebih tinggi (Matheu dan Zajac, 1990).

2.5      Bagaimana cara mengukur kepuasan kerja
Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1.     Rating Scale dan Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.
2.     Critical incidents.
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
3.     Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.

Sementara itu menurut Robbins (Wibowo:2007) ada dua pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu:
1.   Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas.
2.   Summation Scoren yaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.

Penelitian dari Spector (Yuwono, 2005, p. 69) mendefinisikan kepuasan sebagai cluster perasaan evaliatif tentang pekerjaan dan ia dapat mengidentifikasikan indikator kepuasan kerja dari sembilan aspek yaitu:
1.   Upah : jumlah dan rasa keadilannya
2.   Promosi : peluang dan rasa keadilan untuk mendapatkan promosi
3.   Supervisi : keadilan dan kompetensi penugasan menajerial oleh penyelia
4.   Benefit: asuransi, liburan dan bentuk fasilitas yang lain.
5.   Contingent rewards : rasa hormat, diakui dan diberikan apresiasi
6.   Operating procedures : kebijakan, prosedur dan aturan
7.   Coworkers : rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten
8.   Nature of work : tugas itu sendiri dapat dinikmati atau tidak
9.   Communication : berbagai informasi didalam organisasi (vebal maupun nonverbal)

2.6      Hubungan antara kepuasan kerja dengan semangat kerja
Faktor sumber daya manusia merupakan tujuan utama dalam Pembangunan perusahaan hal ini di karena hasil kinerja karyawan Sebagai penentu kelangsungan perusahaanK inerja karyawan merupakan faktor penting dalam menjalankan sistem perusahaan karena jika karyawan tidakmelakukan pekerjaannya perusahaan tersebut akan mengalami kegagalan.
Peningkatan kinerja dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan seperti, peningkatan kepuasan kerja dan semangat kerja. Untuk mengetahui kondisi kepuasan kerja melalui aspek ciri-ciri intrinsik pekerjaan, gaji, penyeliaan, rekan kerja dan kondisi kerja. Semangat kerja diketahui melalui dimensi semangat kerja yaitu: tingkat perilaku agresif, perasaan dalam pekerjaan; kemampuan beradaptasi dan keterlibatan ego. Sedangkan kinerja karyawan itu sendiri dapat dilihat dari: kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, efektifitas, kebutuhan pengawasan dan interpersonal impor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepuasan kerja dan semangat kerja dengan kinerja karyawan.

2.7      Apa itu semangat kerja
Semangat kerja atau moral kerja itu adalah sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan seorang karyawan untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih tanpa menambah keletihan, yang menyebabkan karyawan dengan antusias ikut serta dalam kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan tidak mudah kena pengaruh dari luar, terutama dari orang-orang yang mendasarkan sasaran mereka itu atas tanggapan bahwa satu-satunya kepentingan pemimpin perusahaan itu terhadap dirinya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya darinya dan memberi sedikit mungkin.

2.8      Tingkat Stress
1.     Definisi Stres
a.     Selye (1982 dalam Ali Maskum, 2008) menyatakan definisi stres sebagai respon non spesifik dari tubuh di setiap tuntutan.
b.     Robbins (2001) menyatakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai sesuatu kesempatan di mana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
c.     Weinberg dan Gould (2003) mendefinisikan stres sebagai “a substantial imbalance between demand (physical and psychological) and response capability, under condition where failure to meet that demand has importance concequences”. Artinya, ada ketidakseimbangan antara tuntutan (fisik dan psikis) dan kemampuan memenuhinya. Gagal dalam memenuhi kebutuhan tersebut akan berdampak krusial.
d.     Anoraga (dalam Anggraeni, 2003) berpendapat bahwa stres merupakan tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun secara mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Berdasarkan pengertian di atas, stres adalah gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya tekanan. Tekanan ini muncul dari kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan atau keinginannya. Tekanan ini bisa berasal dari dalam diri, atau dari luar.
Misalkan begini: Sebentar lagi UAS. Tapi kampus kamu mewajibkan semua mahasiswa untuk melunasi uang SPP, untuk dapat kartu ujian. Masalahnya, kamu nunggak beberapa bulan. Kamu belum ada uang, padahal UAS tinggal 4 hari lagi. Kamu bingung dan cemas harus ngapain.
Dari masalah di atas, bisa dilihat bahwa kebutuhanmu adalah melunasi SPP. Sementara kamu tidak mampu melunasi SPP tersebut. Artinya, kamu gagal dalam memenuhi kebutuhanmu. Ini sudah bisa disebut stres.
Apakah stres selalu berarti buruk?
Enggak juga. Selye (1975) membagi stres menjadi 2: eustress dan distress.
1.       Eustress berarti stres yang baik. Stres yang ini menantang kamu untuk menjadi lebih maju, dan kamu bersemangat menghadapinya. Contoh: kebutuhan untuk menang dalam sebuah pertandingan Atau misalnya kamu mau jadian sama dia, tapi kamu punya saingan. Saingan ini membuat kamu berusaha lebih keras untuk merebut hati si anu. Saingan ini adalah sumber stres, tapi stres ini memacu kamu untuk jadi lebih baik.
2.       Distress berarti stres yang buruk. Stres yang ini membuat kamu males ngapa-ngapain. Stres ini bikin kamu sakit, nggak bersemangat, dan jadi lebih gampang emosi. Stres ini dampaknya jelek buat kamu.
2.     Penyebab Stress
Ada banyak sekali faktor penyebab stress, baik itu dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan. Secara garis besar, berikut ini adalah penyebab stress tersebut:
A.    Faktor Individu
Penyebab stress yang paling dominan adalah berasal dari diri sendiri, keluarga, dan orang-orang terdekat. Seringkali stress yang disebabkan oleh faktor individu akan berlangsung lama.
Beberapa yang termasuk penyebab stress karena faktor individu adalah:
a.     Masalah ekonomi
b.     Perceraian/ perpisahan dan pertengkaran dengan pasangan
c.     Ditinggal oleh orang yang dikasihi
d.     Karakter atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari keluarga
e.     Sakit keras tak kunjung sembuh
B.    Faktor Lingkungan
Situasi dan kondisi lingkungan tempat tinggal akan mempengaruhi tingkat stress seseorang. Kebiasaan orang-orang di lingkungan tempat tinggal dan peristiwa yang terjadi di sekitar tempat tinggal dapat membuat seseorang mengalami stress.
Beberapa penyebab stress yang berasal dari faktor lingkungan diantaranya:
a.     Tingkat kriminalitas
b.     Pola hidup masyarakat
c.     Situasi politik
d.     Bencana alam yang terjadi (banjir, kebakaran, dan lainnya)
e.     Kemajuan teknologi

C.    Faktor Organisasi/ Pekerjaan

Lingkungan organisasi, baik formal maupun informal, juga dapat mengakibatkan stress pada seseorang. Salah satu contohnya adalah tekanan dari lingkungan kerja yang begitu tinggi sehingga membuat seseorang mengalami stress.
Beberapa penyebab stress yang berasal dari faktor organisasi/ pekerjaan diantaranya:
a.     Target pekerjaan yang tinggi
b.     Tekanan dari atasan
c.     Persaingan yang tidak sehat antar sesama pekerja di kantor
d.     Karir yang tak kunjung meningkat
e.     Fasilitas kantor yang tidak memadai
3.     Jenis-Jenis Stress

Secara umum, stress dapat dibedakan menjadi 5 jenis. Mengacu pada pengertian stress di atas, berikut ini adalah beberapa jenis stress tersebut:

a.     Stress Baik

Stress tidak selalu dipicu oleh pengalaman buruk, terkadang pengalaman baik pun bisa mengakibatkan stress pada seseorang. Misalnya pada saat pernikahan atau upacara kelulusan.

Jenis stress seperti ini berada dalam dosis yang baik untuk sistem imun manusia. Selain itu, stress baik juga membuat seseorang lebih terpacu dan menikmati proses mencapai tujuan atau impian.

b.     Distres Internal

Ini merupakan jenis stress yang memberikan dampak buruk bagi orang yang mengalaminya. Distress adalah jenis stress yang bersumber dari pengalaman buruk, ancaman, perubahan situasi yang tak terduga dan tidak nyaman.

Tubuh manusia secara alami membutuhkan perasaan aman dan nyaman. Ketika timbul pengalaman buruk atau situasi yang membuat tidak nyaman, maka tubuh akan mengalami distres.

c.     Distress Akut

Jenis stress ini terjadi saat seseorang mengalami peristiwa buruk yang berlalu dengan cepat. Sedangkan stres kronik terjadi saat seseorang berusaha menahan rasa stress dalam jangka waktu yang cukup lama. Kedua jenis stress ini dapat memicu timbulnya hiperstress.

d.     Hipostress

Stress juga dapat terjadi ketika seseorang tidak menemukan tantangan atau kekhawatiran dalam hidupnya. Inilah yang disebut dengan hipostress.

Hipostress ini terjadi berawal dari rasa bosan yang ekstrim sehingga tidak memiliki motivasi untuk melakukan apapun dalam hidupnya. Jenis stress ini sering memicu perasaan depresi dan kesia-siaan pada seseorang.

e.     Eustress

Jenis stress ini berguna bagi manusia karena akan membuat tubuh kita lebih waspada. Eustress membuat pikiran dan tubuh manusia menjadi lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan, bahkan hal ini bisa terjadi di bawah alam sadar. jenis stress ini membantu seseorang dalam membuat keputusan terbaik, dan memunculkan kekuatan tak disadari.

2.9      Program, fungsi, dan tipe konseling

1.     Crisis Intervention Counseling

Intervensi konseling krisis sebagai metode yang digunakan untuk menolong dalam situasi segera, bantuan jangka pendek kepada individu yang mengalami masalah emosional, mental, fisik dan perilaku distress atau masalah dari pengalaman atau kejadian seperti:

a.        Bencana alam
b.       Pelecehan atau pemerkosaan seksual, perampokan:
c.       Sakit secara medik
d.       Gangguan/sakit mental
e.       Percobaan atau bunuh diri
f.        Kehilangan, cerai atau perubahan drastis dalam hubungan
2.       Marriage and Family Counseling
Konseling pernikahan menciptakan dan memediasi satu lingkungan yang aman/nyaman untuk dua pribadi dalam pernikahan untuk mendiskusikan apa masalah yang dimiliki masing-masing terhadap pasangan, memecahkan perbedaan dan bekerja sama untuk saling meningkatkan pemahaman.
3.       Relationship Counseling
Relationship counseling menolong dua pribadi atau lebih dalam satu keluarga, pasangan, pekerja atau majikan di dunia kerja, atau antara profesional dengan klien dalam hubungan satu upaya untuk mengenal dan mengelola lebih baik atau rekonsiliasi perbedaan atau kesulitan dan mengulang pola dari distress.
4.       Guidance and Career Counseling
BK Karier membantu dan mengentaskan bagi individu yang mencari pekerjaan, memutuskan di bidang akademik dan karier.
Konselor menolong mengevaluasi kemampuan, sikap, minat dan kepribadian siswa untuk mengembangkan akademik, pekerjaan dan tujuan karier secara realistik.
5.       Rehabilitation Counseling
Konseling rehabilitasi menolong individu dengan fisik, mental perkembangan yang terlambat dan gangguan otak dan gangguan psikiatri
6.       Mental Health Counseling
Konseling kesehatan mental member perlakuan psikopatologi dan mempromosikan kesehatan mental yang optimal dan hidup sehat. Termasuk diagnosis dan treatment; teknik psiko-edukasional, dengan tujuan pencegahan; konsultasi; dan penelitian klinis.
7.       Sexual Trauma Counseling
Konseling trauma seksual ini menyediakan layanan kepada anak dan orang dewasa yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual dan juga keluarga melalui pendidikan masyarakat, advokasi dan pemulihan.
8.       AIDS Counseling
Konseling AIDS adalah satu bang spesialisasi dari konseling yang menghadapi pencegahan dari peyakit dan pengobatan dari konseli yang di diagnosis dengan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) atau (Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
9.       Philosophical Counseling
Konseling Filosofi adalah konsleing menggunakan pengetahuan filososfis, analisis konseptual, dan keterampilan logik untuk menemukan makna baru sebagai cara dan ekspresi pemikiran.
10.    Grief and Bereavement Counseling
Konseling kehilangan dan kematian adalah bentuk terapi khusus dengan tujuan menolong individu dengan peristiwa kematian dan hadir di situasi kehilangan individu dalam kesehatan mental.
11.    Substance Abuse Counseling
Konseling penyalahgunaan zat adiktif menolong individu yang adiksi obat dan alkohol. Juga menolong anggota keluarga dan teman-teman dari adiksi yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
12.    Transgender Counseling
Konseling transgender menolong individu transgender menerima keunikannya, ketimbang menolak, memberontak atau malu atau bingung tentang dirinya, dan sosial menerima apa adanya. Lebih mudah pribadi transgender mengisolasi diri, kadang mengundurkan diri atau merasa ditolak.

2.10   Pembinaan Disiplin
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan selain sangat ditentukan oleh dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi aparatur pemerin-tahan disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara dan masyarakat.
Dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 dinyatakan bahwa “Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil”.
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang “Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil”. Dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur ketentuan-ketentuan mengenai:
1.     Kewajiban,
2.     Larangan,
3.     Hukuman disiplin,
4.     Pejabat yang berwenang menghukum,
5.     Penjatuhan hukuman disiplin,
6.     Keberatan atas hukuman disiplin,
7.     Berlakunya keputusan hukuman disiplin.




BAB III
PENUTUP
         Kesimpulan
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. (Hasibuan, 2001: 202).
Terdapat Lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu: Pekerjaan itu sendiri (Work Itself), Atasan (Supervisior), Teman sekerja (Workers), Promosi (Promotion), dan Gaji/Upah (Pay).



DAFTAR PUSTAKA

Robbins, Stephans. 1996, Organization Bahaviour, Seventh Edition, A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey 07632.
Hasibuan, Melayu SP. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara
http://sashaannisa18.blogspot.com/2015/03/makalah-kepuasan-kerja.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar