Kepuasan
Kerja
Nama : Ayu Aisyah Amini
NPM : 21216231
Kelas : 4EB10
Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi ini, setiap
perusahaan berusaha meningkatkan serta mengembangkan perusahaan dengan
mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam program untuk meningkat kinerja
para karyawan. Banyak faktor yang terkait dalam perbaikan kinerja perusahaan.
Perusahaan kurang menerapkan sistem promosi jabatan dengan benar. Promosi
jabatan merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk dapat
meningkatkan prestasi kerja karyawan sehingga karyawan bisa bekerja mencapai
target perusahaan, yang akhirnya akan memampukan perusahaan mampu bersaing
dengan perusahaan lainnya.
Bagi setiap perusahaan, karyawan bagian
produksi merupakan sumber daya yang tidak kalah pentingnya dengan sumber daya
perusahaan yang lainnya. Bahkan, karyawan bagian produksi memegang kendali
dalam proses produksi. Dengan kata lain, lancar atau tidaknya sebuah proses
produksi akan sangat tergantung pada karyawan pelaksana produksi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Apa itu Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja
dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar
pekerjaan. (Hasibuan, 2001: 202).
Kepuasan kerja
merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara
banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka
yakini apa yang seharusnya mereka terima(Stephen P. Robbins, 1996 : 26).
Kepuasan kerja
adalah kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya antara apa yang diharapkan pegawai
dari pekerjaan/kantornya (Davis, 1995: 105).
Dalam
bukunya, “Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi “,Robbins mengatakan: “ Kepuasan
kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan,
peraturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan
sebagainya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap
positif terhadap kerja itu, sebaliknya seseorang tidak puas dengan pekerjaannya
menunjukkan sikap negatif terhadap kerja itu. (Robbins, 1996: 179).
2.2
Aspek-aspek
kepuasan kerja
Lima aspek yang terdapat dalam
kepuasan kerja, yaitu:
1. Pekerjaan
itu sendiri (Work Itself)
Setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya
suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam
melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan
(Supervisior)
Atasan yang baik berarti mau
menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai
figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.
3. Teman
sekerja (Workers)
Merupakan faktor yang berhubungan
dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik
yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi
(Promotion)
Merupakan faktor yang berhubungan
dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama
bekerja.
5. Gaji/Upah
(Pay)
Merupakan faktor pemenuhan
kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
2.3
Faktor-faktor
penentu kepuasan kerja
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja pekerja, antara lain:
1. Faktor Individu
Faktor ini meliputi usia pegawai,
kesehatan, kercerdasan (IQ), latar belakang pendidikan, emosi, sikap kerja,
pola pikir, dan kepribadian.
2. Faktor
Intrinsik Pekerjaan
Faktor ini meliputi atribut kerja
yang mengharuskan pegawai memiliki skill khusus, tingkat kesulitan pekerjaan,
kebanggaan atas suatu pekerjaan.
3. Gaji dan
Fasilitas
Faktor penghasilan seringkali
berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seorang pegawai. Selain itu, fasilitas
jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan rumah, juga menjadi faktor yang
mempengaruhi tingkat kepuasan kerja.
4. Pengawasan/
Penyeliaan
Pengawasan dan supervisi sangat
berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja seorang pekerja. Supervisi yang
buruk dapat mengakibatkan hasil kerja yang tidak maksimal dan tingginya turnover.
5. Rekan
Kerja dan Sosial
Hubungan dengan rekan kerja sejawat
juga berperan terhadap tingkat kepuasan kerja seseorang. Seringkali kualitas
hubungan dengan rekan kerja berpengaruh pada hasil kerja para pegawai.
Selain itu, faktor sosial di
perusahaan dan di luar juga mempengaruhi job satisfaction. Misalnya
kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, hubungan keluarga, dan
lain-lain.
6. Kondisi
Kerja
Faktor ini meliputi situasi dan
kondisi kerja, ventilasi, kantin, tempat parkir, dan lain-lain. Keamanan kerja
juga menjadi faktor penting dalam menunjang kepuasan kerja karena mempengaruhi
perasaan selama bekerja di suatu tempat.
2.4
Konsekuensi
kepuasan kerja
Seperti sudah
dijelaskan pada bagian sebelumnya mengenai kepuasan kerja, maka beberapa
konsekuensi kepuasan kerja dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Kepuasan dan Motivasi
Suatu penelitian
meta analisis yang dilakukan oleh A J Kinicki, dkk (2000) meliputi 9 hasil
analisis yang melibatkan 2.237 orang pekerja mengungkapkan ada hubungan yang
positif dan signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja. Karena kepuasan
dengan pengawasan berkorelasi secara signifikan dengan motivasi, para manager
disarnkan untuk mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi
kepuasan kerja. Para manager secara potensial meningkatkan motivasi para
karyawan melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja
2. Kepusan dan Keterlibatan dalam Pekerjaan
Keterlibatan
dalam pekerjaan merupakan keterlibatan individu dengan peran dalam
pekerjaannya. Suatu meta analisis yang melibatkan 27.925 responden dari 87
penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pekerjaan memiliki
keterkaitan dengan kepuasan kerja (S, P, Brown, 1996)
3. Kepuasan dengan OCB
Kepuasan kerja
dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi perilaku ekstra peran (OCB).
Berdasarkan meta analisis yang mencakup 6.746 orang yang terdiri dari 28
penelitian terpisah mengungkapkan adanya hubungan yang positif dan signifikan
antara perilaku sebagai anggota organisasi yang baik dengan kepuasan (Organ dan
Ryan, 1995).
Robbins (2007)
menjelaskan bahwa adalah logis menganggap kepuasan sebagai predictor utama OCB,
karena karyawan yang puas cenderung akan berbicara positif mengenai organisais,
membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka.
Selain itu, karyawan yang puas mungkin akan memberikan peran yang lebih karena
merespon pengalaman positif mereka.
4. Kepuasan kerja dengan Komitmen Organisasi
Komitmen
organisasi mencerminkan bagaimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan
organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Sebuah meta analisis dari 68
penelitian yang melibatkan 35.282 orang individu mengungkapkan adanya hubungan
yang kuat antara komitmen dan kepuasan kerja (Tett dan Meyer, 1993). Para
manager disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan mendapatkan
tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang tinggi dapat
mempermudah terwujudnya produktivitas yang lebih tinggi (Matheu dan Zajac,
1990).
2.5
Bagaimana
cara mengukur kepuasan kerja
Greenberg dan
Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1.
Rating Scale dan
Kuesioner
Dengan metode
ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan rating scales
sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.
2.
Critical
incidents.
Individu
menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka terutama
memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema
yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan
situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh
supervisor atau sebaliknya.
3.
Interviews
Dengan melakukan
wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara
langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang
terstruktur.
Sementara
itu menurut Robbins (Wibowo:2007) ada dua pendekatan yang digunakan untuk
melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu:
1.
Single Global
Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti; dengan
mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Individu
bisa menjawab puas dan tidak puas.
2.
Summation Scoren
yaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan
perasaan pekerja tentang maing-masing elemen. Faktor spesifik yang
diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan
hubungan dengan rekan kerja.
Penelitian
dari Spector (Yuwono, 2005, p. 69) mendefinisikan kepuasan sebagai cluster
perasaan evaliatif tentang pekerjaan dan ia dapat mengidentifikasikan indikator
kepuasan kerja dari sembilan aspek yaitu:
1.
Upah : jumlah
dan rasa keadilannya
2.
Promosi :
peluang dan rasa keadilan untuk mendapatkan promosi
3.
Supervisi :
keadilan dan kompetensi penugasan menajerial oleh penyelia
4.
Benefit:
asuransi, liburan dan bentuk fasilitas yang lain.
5.
Contingent
rewards : rasa hormat, diakui dan diberikan apresiasi
6.
Operating
procedures : kebijakan, prosedur dan aturan
7.
Coworkers :
rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten
8.
Nature of work :
tugas itu sendiri dapat dinikmati atau tidak
9.
Communication :
berbagai informasi didalam organisasi (vebal maupun nonverbal)
2.6
Hubungan
antara kepuasan kerja dengan semangat kerja
Faktor sumber daya manusia merupakan tujuan utama dalam
Pembangunan perusahaan hal ini di karena hasil kinerja karyawan Sebagai penentu
kelangsungan perusahaanK inerja karyawan merupakan faktor penting dalam menjalankan
sistem perusahaan karena jika karyawan tidakmelakukan pekerjaannya perusahaan
tersebut akan mengalami kegagalan.
Peningkatan kinerja dapat dilaksanakan melalui berbagai
kegiatan seperti, peningkatan kepuasan kerja dan semangat kerja. Untuk mengetahui
kondisi kepuasan kerja melalui aspek ciri-ciri intrinsik pekerjaan, gaji,
penyeliaan, rekan kerja dan kondisi kerja. Semangat kerja diketahui melalui
dimensi semangat kerja yaitu: tingkat perilaku agresif, perasaan dalam
pekerjaan; kemampuan beradaptasi dan keterlibatan ego. Sedangkan kinerja
karyawan itu sendiri dapat dilihat dari: kualitas kerja, kuantitas kerja,
ketepatan waktu, efektifitas, kebutuhan pengawasan dan interpersonal impor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepuasan kerja dan semangat
kerja dengan kinerja karyawan.
2.7
Apa
itu semangat kerja
Semangat kerja
atau moral kerja itu adalah sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan seorang
karyawan untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih tanpa menambah
keletihan, yang menyebabkan karyawan dengan antusias ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan
tidak mudah kena pengaruh dari luar, terutama dari orang-orang yang mendasarkan
sasaran mereka itu atas tanggapan bahwa satu-satunya kepentingan pemimpin
perusahaan itu terhadap dirinya untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya darinya dan memberi sedikit mungkin.
2.8
Tingkat
Stress
1. Definisi
Stres
a. Selye
(1982 dalam Ali Maskum, 2008) menyatakan definisi stres sebagai respon non
spesifik dari tubuh di setiap tuntutan.
b. Robbins
(2001) menyatakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang menekan keadaan
psikis seseorang dalam mencapai sesuatu kesempatan di mana untuk mencapai
kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
c. Weinberg
dan Gould (2003) mendefinisikan stres sebagai “a substantial imbalance
between demand (physical and psychological) and response capability, under
condition where failure to meet that demand has importance concequences”. Artinya,
ada ketidakseimbangan antara tuntutan (fisik dan psikis) dan kemampuan
memenuhinya. Gagal dalam memenuhi kebutuhan tersebut akan
berdampak krusial.
d. Anoraga
(dalam Anggraeni, 2003) berpendapat bahwa stres merupakan tanggapan seseorang,
baik secara fisik maupun secara mental terhadap suatu perubahan di
lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Berdasarkan pengertian di atas, stres adalah
gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya tekanan. Tekanan ini
muncul dari kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan atau
keinginannya. Tekanan ini bisa berasal dari dalam diri, atau dari
luar.
Misalkan begini: Sebentar lagi UAS. Tapi kampus kamu
mewajibkan semua mahasiswa untuk melunasi uang SPP, untuk dapat kartu ujian.
Masalahnya, kamu nunggak beberapa bulan. Kamu belum ada uang, padahal UAS
tinggal 4 hari lagi. Kamu bingung dan cemas harus ngapain.
Dari masalah di atas, bisa dilihat bahwa kebutuhanmu
adalah melunasi SPP. Sementara kamu tidak mampu melunasi SPP tersebut. Artinya,
kamu gagal dalam memenuhi kebutuhanmu. Ini sudah bisa disebut stres.
Apakah stres
selalu berarti buruk?
Enggak
juga. Selye (1975) membagi stres menjadi 2: eustress dan distress.
1. Eustress
berarti stres yang baik. Stres yang ini menantang kamu untuk menjadi lebih
maju, dan kamu bersemangat menghadapinya. Contoh: kebutuhan untuk menang dalam
sebuah pertandingan Atau misalnya kamu mau jadian sama dia, tapi kamu
punya saingan. Saingan ini membuat kamu berusaha lebih keras untuk merebut
hati si anu. Saingan ini adalah sumber stres, tapi stres ini memacu kamu untuk
jadi lebih baik.
2. Distress
berarti stres yang buruk. Stres yang ini membuat kamu males ngapa-ngapain.
Stres ini bikin kamu sakit, nggak bersemangat, dan jadi lebih gampang emosi.
Stres ini dampaknya jelek buat kamu.
2. Penyebab Stress
Ada banyak sekali
faktor penyebab stress, baik itu dari dalam diri sendiri maupun dari
lingkungan. Secara garis besar, berikut ini adalah penyebab stress tersebut:
A. Faktor Individu
Penyebab stress yang
paling dominan adalah berasal dari diri sendiri, keluarga, dan orang-orang
terdekat. Seringkali stress yang disebabkan oleh faktor individu akan
berlangsung lama.
Beberapa yang
termasuk penyebab stress karena faktor individu adalah:
a.
Masalah ekonomi
b.
Perceraian/
perpisahan dan pertengkaran dengan pasangan
c.
Ditinggal oleh
orang yang dikasihi
d.
Karakter atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari keluarga
e.
Sakit keras tak
kunjung sembuh
B.
Faktor Lingkungan
Situasi
dan kondisi lingkungan tempat tinggal akan mempengaruhi tingkat stress
seseorang. Kebiasaan orang-orang di lingkungan tempat tinggal dan peristiwa
yang terjadi di sekitar tempat tinggal dapat membuat seseorang mengalami
stress.
Beberapa
penyebab stress yang berasal dari faktor lingkungan diantaranya:
a.
Tingkat
kriminalitas
b.
Pola hidup
masyarakat
c.
Situasi politik
d.
Bencana alam
yang terjadi (banjir, kebakaran, dan lainnya)
e.
Kemajuan
teknologi
C.
Faktor Organisasi/ Pekerjaan
Lingkungan
organisasi, baik formal maupun informal, juga dapat mengakibatkan stress pada
seseorang. Salah satu contohnya adalah tekanan dari lingkungan kerja yang
begitu tinggi sehingga membuat seseorang mengalami stress.
Beberapa penyebab
stress yang berasal dari faktor organisasi/ pekerjaan diantaranya:
a.
Target pekerjaan
yang tinggi
b.
Tekanan dari
atasan
c.
Persaingan yang
tidak sehat antar sesama pekerja di kantor
d.
Karir yang tak
kunjung meningkat
e.
Fasilitas kantor
yang tidak memadai
3.
Jenis-Jenis
Stress
Secara umum, stress dapat dibedakan menjadi 5 jenis. Mengacu
pada pengertian stress di atas, berikut ini adalah beberapa jenis stress
tersebut:
a.
Stress Baik
Stress tidak selalu dipicu oleh pengalaman buruk, terkadang
pengalaman baik pun bisa mengakibatkan stress pada seseorang. Misalnya pada
saat pernikahan atau upacara kelulusan.
Jenis stress seperti ini berada dalam dosis yang baik untuk
sistem imun manusia. Selain itu, stress baik juga membuat seseorang lebih
terpacu dan menikmati proses mencapai tujuan atau impian.
b.
Distres Internal
Ini merupakan jenis stress yang memberikan dampak buruk bagi
orang yang mengalaminya. Distress adalah jenis stress yang bersumber dari
pengalaman buruk, ancaman, perubahan situasi yang tak terduga dan tidak nyaman.
Tubuh manusia secara alami membutuhkan perasaan aman dan
nyaman. Ketika timbul pengalaman buruk atau situasi yang membuat tidak nyaman,
maka tubuh akan mengalami distres.
c.
Distress Akut
Jenis stress ini terjadi saat seseorang mengalami peristiwa
buruk yang berlalu dengan cepat. Sedangkan stres kronik terjadi saat seseorang
berusaha menahan rasa stress dalam jangka waktu yang cukup lama. Kedua jenis
stress ini dapat memicu timbulnya hiperstress.
d.
Hipostress
Stress juga dapat terjadi ketika seseorang tidak menemukan
tantangan atau kekhawatiran dalam hidupnya. Inilah yang disebut dengan
hipostress.
Hipostress ini terjadi berawal dari rasa bosan yang ekstrim
sehingga tidak memiliki motivasi untuk melakukan apapun dalam hidupnya. Jenis
stress ini sering memicu perasaan depresi dan kesia-siaan pada seseorang.
e.
Eustress
Jenis stress ini berguna bagi manusia karena akan membuat
tubuh kita lebih waspada. Eustress membuat pikiran dan tubuh manusia menjadi
lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan, bahkan hal ini bisa terjadi di
bawah alam sadar. jenis stress ini membantu seseorang dalam membuat keputusan
terbaik, dan memunculkan kekuatan tak disadari.
2.9 Program, fungsi, dan tipe konseling
1.
Crisis Intervention Counseling
Intervensi
konseling krisis sebagai metode yang digunakan untuk menolong dalam situasi
segera, bantuan jangka pendek kepada individu yang mengalami masalah emosional,
mental, fisik dan perilaku distress atau masalah dari pengalaman atau kejadian
seperti:
a. Bencana alam
b. Pelecehan atau pemerkosaan seksual,
perampokan:
c. Sakit secara medik
d. Gangguan/sakit mental
e. Percobaan atau bunuh diri
f.
Kehilangan,
cerai atau perubahan drastis dalam hubungan
2. Marriage and Family Counseling
Konseling pernikahan menciptakan dan memediasi satu lingkungan yang aman/nyaman untuk dua pribadi dalam pernikahan untuk mendiskusikan apa masalah yang dimiliki masing-masing terhadap pasangan, memecahkan perbedaan dan bekerja sama untuk saling meningkatkan pemahaman.
Konseling pernikahan menciptakan dan memediasi satu lingkungan yang aman/nyaman untuk dua pribadi dalam pernikahan untuk mendiskusikan apa masalah yang dimiliki masing-masing terhadap pasangan, memecahkan perbedaan dan bekerja sama untuk saling meningkatkan pemahaman.
3. Relationship Counseling
Relationship counseling menolong dua pribadi atau lebih dalam satu keluarga, pasangan, pekerja atau majikan di dunia kerja, atau antara profesional dengan klien dalam hubungan satu upaya untuk mengenal dan mengelola lebih baik atau rekonsiliasi perbedaan atau kesulitan dan mengulang pola dari distress.
Relationship counseling menolong dua pribadi atau lebih dalam satu keluarga, pasangan, pekerja atau majikan di dunia kerja, atau antara profesional dengan klien dalam hubungan satu upaya untuk mengenal dan mengelola lebih baik atau rekonsiliasi perbedaan atau kesulitan dan mengulang pola dari distress.
4. Guidance and Career Counseling
BK Karier membantu dan mengentaskan bagi individu yang mencari pekerjaan, memutuskan di bidang akademik dan karier.
Konselor menolong mengevaluasi kemampuan, sikap, minat dan kepribadian siswa untuk mengembangkan akademik, pekerjaan dan tujuan karier secara realistik.
BK Karier membantu dan mengentaskan bagi individu yang mencari pekerjaan, memutuskan di bidang akademik dan karier.
Konselor menolong mengevaluasi kemampuan, sikap, minat dan kepribadian siswa untuk mengembangkan akademik, pekerjaan dan tujuan karier secara realistik.
5. Rehabilitation Counseling
Konseling rehabilitasi menolong individu dengan fisik, mental perkembangan yang terlambat dan gangguan otak dan gangguan psikiatri
Konseling rehabilitasi menolong individu dengan fisik, mental perkembangan yang terlambat dan gangguan otak dan gangguan psikiatri
6. Mental Health Counseling
Konseling kesehatan mental member perlakuan psikopatologi dan mempromosikan kesehatan mental yang optimal dan hidup sehat. Termasuk diagnosis dan treatment; teknik psiko-edukasional, dengan tujuan pencegahan; konsultasi; dan penelitian klinis.
Konseling kesehatan mental member perlakuan psikopatologi dan mempromosikan kesehatan mental yang optimal dan hidup sehat. Termasuk diagnosis dan treatment; teknik psiko-edukasional, dengan tujuan pencegahan; konsultasi; dan penelitian klinis.
7. Sexual Trauma Counseling
Konseling trauma seksual ini menyediakan layanan kepada anak dan orang dewasa yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual dan juga keluarga melalui pendidikan masyarakat, advokasi dan pemulihan.
Konseling trauma seksual ini menyediakan layanan kepada anak dan orang dewasa yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual dan juga keluarga melalui pendidikan masyarakat, advokasi dan pemulihan.
8. AIDS Counseling
Konseling AIDS adalah satu bang spesialisasi dari konseling yang menghadapi pencegahan dari peyakit dan pengobatan dari konseli yang di diagnosis dengan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) atau (Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Konseling AIDS adalah satu bang spesialisasi dari konseling yang menghadapi pencegahan dari peyakit dan pengobatan dari konseli yang di diagnosis dengan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) atau (Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
9. Philosophical Counseling
Konseling Filosofi adalah konsleing menggunakan pengetahuan filososfis, analisis konseptual, dan keterampilan logik untuk menemukan makna baru sebagai cara dan ekspresi pemikiran.
Konseling Filosofi adalah konsleing menggunakan pengetahuan filososfis, analisis konseptual, dan keterampilan logik untuk menemukan makna baru sebagai cara dan ekspresi pemikiran.
10. Grief and Bereavement Counseling
Konseling kehilangan dan kematian adalah bentuk terapi khusus dengan tujuan menolong individu dengan peristiwa kematian dan hadir di situasi kehilangan individu dalam kesehatan mental.
Konseling kehilangan dan kematian adalah bentuk terapi khusus dengan tujuan menolong individu dengan peristiwa kematian dan hadir di situasi kehilangan individu dalam kesehatan mental.
11. Substance Abuse Counseling
Konseling penyalahgunaan zat adiktif menolong individu yang adiksi obat dan alkohol. Juga menolong anggota keluarga dan teman-teman dari adiksi yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
Konseling penyalahgunaan zat adiktif menolong individu yang adiksi obat dan alkohol. Juga menolong anggota keluarga dan teman-teman dari adiksi yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
12. Transgender Counseling
Konseling transgender menolong individu transgender menerima keunikannya, ketimbang menolak, memberontak atau malu atau bingung tentang dirinya, dan sosial menerima apa adanya. Lebih mudah pribadi transgender mengisolasi diri, kadang mengundurkan diri atau merasa ditolak.
Konseling transgender menolong individu transgender menerima keunikannya, ketimbang menolak, memberontak atau malu atau bingung tentang dirinya, dan sosial menerima apa adanya. Lebih mudah pribadi transgender mengisolasi diri, kadang mengundurkan diri atau merasa ditolak.
2.10
Pembinaan
Disiplin
Keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan selain sangat ditentukan oleh
dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi
aparatur pemerin-tahan disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan,
kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam
arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara
dan masyarakat.
Dalam
Pasal 29 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 dinyatakan bahwa “Dengan
tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka
untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil”.
Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai
kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan
dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang “Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil”. Dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
diatur ketentuan-ketentuan mengenai:
1. Kewajiban,
2. Larangan,
3. Hukuman disiplin,
4. Pejabat yang berwenang menghukum,
5. Penjatuhan hukuman disiplin,
6. Keberatan atas hukuman disiplin,
7. Berlakunya keputusan hukuman
disiplin.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kepuasan kerja
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja
dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar
pekerjaan. (Hasibuan, 2001: 202).
Terdapat Lima aspek yang terdapat dalam kepuasan
kerja, yaitu: Pekerjaan itu sendiri (Work Itself), Atasan (Supervisior), Teman
sekerja (Workers), Promosi (Promotion), dan Gaji/Upah (Pay).
DAFTAR
PUSTAKA
Robbins, Stephans. 1996,
Organization Bahaviour, Seventh Edition, A Simon & Schuster Company,
Englewood Cliffs, New Jersey 07632.
Hasibuan, Melayu SP. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara
http://sashaannisa18.blogspot.com/2015/03/makalah-kepuasan-kerja.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar