1. Pengertian
Hak Cipta
Hak cipta adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Jenis-Jenis
Pelanggaran Hak Cipta
Ada beberapa bentuk kegiatan yang
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, antara lain mengutip sebagian atau
seluruh ciptaan orang lain yang kemudian dimasukkan ke dalam ciptaannya sendiri
(tanpa mencantumkan sumber) sehingga membuat kesan seolah-olah karya nya
sendiri (disebut dengan plagiarisme), mengambil ciptaan orang lain untuk
diperbanyak tanpa mengubah bentuk maupun isi untuk kemudian diumumkan, dan
memperbanyak ciptaan orang lain dengan sengaja tanpa izin dan dipergunakan
untuk kepentingan komesial.
Adapun batasan-batasan penggunaan,
pengambilan, penggandaan, atau pengubahan suatu ciptaan baik sebagian maupun
seluruhnya yang tidak termasuk dalam perbuatan yang melanggar Hak Cipta bila
sumbernya disebutkan secara lengkap untuk kepentingan:
- pendidikan, penelitian, penulisan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
- keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
- ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
- pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
Untuk lebih jelasnya, batas-batas
mengenai perbuatan yang tidak dianggap sebagai perilaku pelanggaran Hak Cipta
dapat ditinjau pada pasal 43 sampai 53 tentang Pembatasan Hak Cipta di dalam
Undang-Undang Hak Cipta.
3. Sanksi Pelanggaran Hak Cipta
Pelanggaran terhadap Hak Cipta dapat diproses sebagai pidana sebagaimana yang tertuang dalam pasal 120 UU Hak Cipta, “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupaan delik aduan.” Adapun sanksi pelanggaran hak cipta yang diberikan dapat berupa pidana penjara dan/atau denda seperti berikut:
Pasal 112
Setiap
orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) dan/atau pasal 52 untuk penggunaan secara komersial, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 113
- Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
- Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
- Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
- Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap
orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan
sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil
pelanggaran Hak Cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang
dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 115
Setiap
orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya
melakukan penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman,
pendistribusian, atau komunikasi atas potret sebagaimana dimaksud dalam pasal
12 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk penggunaan secara komersial
baik dalam media elektronik maupun nonelektronik, dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4. Contoh kasus tentang Hak Cipta
TCL Indonesia Gugat Pembatalan Hak Cipta Logo Cap Jempol
JAKARTA. PT TCL Indonesia, pabrikan produk
elektronik asal China ini diketahui tengah bersengketa di pengadilan terkait
perseteruan hak cipta logo Cap Jempol. TCL Indonesia mengajukan gugatan
pembatalan pendaftaran hak cipta logo cap Jempol atas nama Junaide Sungkono.
TCL Indonesia menilai pendaftaran hak cipta
logo Cap Jempol di bawah No.043944 tertanggal 11 September 2007 milik Junaide
dilandasi itikad buruk. Pasalnya logo Cap Jempol tersebut memiliki persamaan
atau identik dengan Cap Jempol kepunyaan TCL Indonesia. "Logo Cap Jempol
Junaide dengan tanda Jempol dan lingkaran dasar warna merah identik dengan logo
Cap Jempol milik TCL Indonesia sehingga logo Cap Jempol Junaide nyata-nyata
hanya tiruan," kata Andi F Simangunsong, kuasa hukum TCL Indonesia, Kamis
(20/5).
Ditegaskan olehnya, TCL Indonesia adalah
pemilik dari hak cipta logo Cap Jempol. Alasannya telah terbuti bahwa sejak
November 2003, TCL Indonesia telah mengumumkan dan menggunakan secara luas
untuk produk elektroniknya termasuk mesin cuci dan AC. "Logo Cap Jempol
itu untuk memberikan informasi adanya garansi selama periode tertentu,"
katanya.
Sebelumnya pada tahun yang sama, TCL
Indonesia melakukan program pembentukan image atas adanya garansi, salah
satunya melalui kegiatan pembuatan logo Cap Jempol. Melalui tim marketingnya
yang dipimpin oleh Huziyong selaku senior Marketing Manager mulai merancang
logo Cap Jempol. Hu Ziyong dan dua rekannya yakni Robert Adriantho serta Hilal
Hendarin menyadari logo yang dibuat hanya untuk kepentingan TCL Indonesia.
Dipertergas dengan adanya surat pernyataan
bahwa pencipta dan pemegang hak cipta adalah TCL Indonesia. Tapi sampai
sekarang TCL Indonesia tidak pernah mendaftrakan logo Cap Jempol ini ke Ditjen
HKI. Meski demikian, walaupun faktanya TCL Indonesia belum pernah mendaftrakan
logo tersebut tidak menghilangkan haknya sebagi pencipta dan pemegang hak
cipta.
Kasus ini mencuat saat Juanide selaku
pemegang sertifikat hak cipta logo Cap Jempol keberatan dengan logo tersebut
dipakai oleh TCL Indonesia tanpa izin. Juanide pun sempat melanyangkan dua kali
somasi yang ditunjukan ke PT Arisa Mandiri Pratama, distributor TCL di
Indonesia menuntut ganti rugi sebelum akhirnya membawa sengketa ini ke Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat.
Junaide ini sebenarnya pemilik dua
perusahaan PT TRimitra Cemerlang, dan PT Trimitra Cakra Lestari yang sejak
tahun 2001 sampai 200-7 merupakan distrubutor produk TCL. Disamping itu,
Junaide merupakan salah satu direktur dan pemegang saham dari TCL Indonesia.
Tapi pada 11 April 2007, TCL Overeas Marketing (TCL China) menghentikan
kerjasama dengan Trimitra Cakra dan Trimitra Cemerlang dan posisi distributor
digantikan PT Aris Mandiri Pratama.
Melalui kuasa hukumnya dari kantor YBS &
Partners, Junaide mengajukan gugatan hak cipta terhadap PT Aris Mandiri Pratama
menuntut ganti rugi. Pasalnya hak cipta logo Cap Jempol telah dipakai tanpa hak
oleh Aris Mandiri untuk kemasan produk TCL. "Maka klien kami merasa haknya
dilanggar dan sangat dirugikan baik materiil dan imateriil," kata Yanuar
Bagus Sasmito.
Junaide pun menuntut ganti rugi materiil
sebesar Rp 12 miliar dan imaterial mencapai Rp 120 miliar.
(Sumber : http://nasional.kontan.co.id/news/tcl-indonesia-gugat-pembatalan-hak-cipta-logo-cap-jempol-1)
Analisis Kasus:
PT TCL Indonesia yang merupakan pabrikan produk elektronik
asal China telah mengumumkan dan menggunakan logo tersebut secara luas untuk
produk elektroniknya termasuk mesin cuci dan AC. Walaupun begitu PT. TCL
Indonesia sendiri tidak pernah mendaftarkan logo Cap Jempol ini ke Ditjen HAKI.
Meski demikian, walaupun faktanya TCL Indonesia belum pernah mendaftarkan logo
tersebut tidak menghilangkan haknya sebagai pencipta dan pemegang hak cipta
sebagaimana dengan yang tertera dalam UU No.19 Tahun 2002 pasal 5 yang berbunyi
:
1)
Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah:
a.
orang
yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
b.
orang
yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu
Ciptaan.
2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada
ceramah yang tidak menggunakan bahan Tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa
Penciptanya, orang yang Berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.
Kasus ini mencuat saat Junaedi selaku pemegang sertifikat
hak cipta logo Cap Jempol keberatan dengan logo tersebut dipakai oleh TCL
Indonesia tanpa izin dan meminta ganti rugi sebesar 12 miliyar plus pembayaran
royalty dalam jumlah yang sama. Juanide pun sempat melayangkan dua kali somasi
yang ditunjukan ke PT Arisa Mandiri Pratama, distributor TCL di Indonesia
menuntut ganti rugi sebelum akhirnya membawa sengketa ini ke Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat. Putusan majelis hakim yang diketuai Herdy Agusten menyatakan
Junaide Sungkono adalah pemilik hak cipta dan pencipta yang sah dari logo cap
jempol yang menjadi objek sengketa. Namun, pihak TCL Indonesia melalui kuasa
hukumnya menyadari terdapatnya double standard yang diterapkan oleh majelis
hakim.Di satusisi, majelis menyatakan PT TCL Indonesia bukan pencipta karena
tidak ada perjanjian tertulis dengan para pembuat logo yaitu Hilal Hendana dan
Robert Adrianto. Sementara tidak terdapat ketentuan dalam UU No.19 tahun 2002
tidak dicantumkan adanya kewajiban perjanjian tertulis antara yang membuat
ciptaan dengan perusahaan tempat dia bekerja Undang-undang hanya mengharuskan
adanya perjanjian. Dalam persidangan, Hilal dan Robert mengatakan ada perjanjian
lisan dengan PT TCL Indonesia.
Namun, di sisi lain, majelis justru
membenarkan Junaide sebagai pencipta. Padahal tidak ada perjanjian tertulis
antara Junaide dengan Hilal dan Robert. Padahal menurut pengakuan PT TCL
Indonesia, Logo Cap Jempol dibuat oleh Hilal dan Robert yang saat itu merupakan
staf tim marketing PT TCL. Logo dibuat di bawah pengawasan dan pimpinan Hu
Ziyong selaku Senior Marketing Manager PT TCL Indonesia. Di persidangan pun,
Hilal dan Robert selaku pembuat logo cap jempol menyatakan dengan tegas bahwa
pencipta logo cap jempol adalah PT TCL Indonesia. Karenanya, Andi mengajukan
kasasi terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta. Karena hal ini
bertentangan dengan UU No.19 Tahun 2002,yaitu :
Pasal 8
1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam
hubungan dinas dengan pihak lain dalam Lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta
adalah pihak yang untuk Dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada
perjanjian lain antara Keduapihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila
penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan Yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan
yang dilakukan dalam Hubungan dinas.
3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam
hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu
dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan
lain antara kedua pihak.
Apalagi diketahui juga bahwa Junaide
ini sebenarnya pemilik dua perusahaan PT Tri mitra Cemerlang, dan PT Trimitra
Cakra Lestari yang sejak tahun 2001 sampai 2007 merupakan distributor produk
TCL. Disamping itu, Junaide merupakan salah satu direktur dan pemegang saham
dari TCL Indonesia.Tapi pada 11 April 2007, TCL Overeas Marketing (TCL China)
menghentikan kerjasama dengan Trimitra Cakra danTrimitra Cemerlang dan posisi
distributor digantikan PT Aris Mandiri Pratama.
Jadi hasil Direktori Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 928 K/Pdt .Sus /2010 “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Agung”.
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut
diatas penggugat mohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat agar memberikan putusan berikut :
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk
seluruhnya.
2. Menyatakan penggugat sebagai
pencipta dan pemegang hak cipta atas logo “cap jempol”
3. Menyatakan tergugat telah
mendaftarkan logo cap jempol berjudul “Garansi” dengan itikad buruk sebagaimana
Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11 September 2009.
4. Membatalkan Surat Pendaftaran
Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11 September 2009 atas nama tergugat.
5. Mmerintahkan turut tergugat untuk
menghapus Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11 September 2009 dari
daftar umum ciptaan.
6. Memerintahkan turut tergugat untuk
melakukan segala hal yang diperlukan untuk secara efektif menghapuskan Surat
Pendaftaran Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11 September 2009 dari daftar umum
ciptaan dan membatalkan Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11
September 2009 dan untuk tunduk terhadap putusan perkara aquo untuk sisanya dan
.
7. Menghukum tergugat untuk membayar
biaya perkara
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta pusat telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor
: 40/HAK CIPTA/2010/PN.NIAGA.JKT PST tanggal 11 agustus 2010 yang amarnya
sebagai berikut:
-
Menolak
gugatan Pengggugat untuk seluruhnya
- Menghukum
Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.841.000 (delapan ratus empat
puluh satu ribu rupiah).
Menimbang, bahwa amar
Putusan Mahkamah Agung RI No. 928 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 23 Maret 2011 yang
telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
- Menolak
permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. TCL INDONESIA tersebut;
- Menghukum
Pemohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi yang
ditetapkan sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta Rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah
putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut, yaitu Putusan
Mahkamah Agung RI No.928 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 23 Maret 2011 diberitahukan
kepada Pemohon Kasasi/Penggugat
pada
tanggal 27 April 2011 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Kasasi/Penggugat dengan
perantaraan kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 September
2011, diajukan permohonan peninjauan kembali di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 21 Oktober 2011 sebagaimana
ternyata dari tanda terima permohonan peninjauan kembali dan penyerahan
peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 18
PK/HaKI/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst, jo Nomor : 928 K/Pdt.Sus/2010, jo Nomor : 40/Hak
Cipta/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst., yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negri Jakarta Pusat,
permohonan
tersebut disertai dengan memori peninjauan kembali yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut pada tanggal 21
Oktober 2011 (hari itu juga).
Memperhatikan pasal -
pasal dari Undang- Undang No. 19 Tahun 2002, Undang- Undang No. 48 Tahun 2009,
Undang- Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan di tambah
dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-
Undang No. 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan.
MENGADILI
:
Menolak
permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT TCL INDONESIA tersebut. Menghukum
Pemohon Kasasi/ penggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi
yang ditetapkan sebesar Rp.5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah). Demikianlah
diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu tanggal 23
Maret 2011 oleh H.M.Taufik, SH,MH hakim agung yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung sebagai ketua majelis H.Suwardi, SH,MH dan H Djafni Djamal SH,MH
hakim-hakim agung masing-masing sebagai anggota dan diucapkan dalam siding
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh ketua majelis tersebut, dengan
dihadiri oleh hakim-hakim anggota serta Enny Indriyastuti SH M.HUM panitera
pengganti dengan tanpa dihadiri oleh kedua belah pihak.
5. Kesimpulan
Kasus diatas adalah salah satu dari sekian banyak contoh
kasus yang terjadi mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang lebih tepatnya
mengenai Hak Cipta. Setiap orang yang memiliki suatu karya akan lebih baik jika
didaftarkan di Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, agar karyanya
terlindungi dari aksi pembajakan. Karena aksi pembajakan dapat merugikan si
pemilik karya. Selain itu, jika karya tersebut didaftarkan di Direktorat
Jendral Kekayaan Intelekual dan ada yang membajak karya tersebut. Pembajak tersebut
dapat dilaporkan dan dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta pada Pasal
27 ayat 1.
Daftar Pustaka
- http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c45c8b53c942/penggugat-perkara-logo-cap-jempol-siap-ajukan-kasasi
- http://nasional.kontan.co.id/news/tcl-indonesia-gugat-pembatalan-hak-cipta-logo-cap-jempol-1
- http://www.dgip.go.id/pengenalan-hak-cipta
- https://bplawyers.co.id/2018/01/30/hak-cipta-di-indonesia/
- https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=13&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiT_dOUgIzaAhXEgI8KHTjZDacQFghoMAw&url=http%3A%2F%2Fputusan.mahkamahagung.go.id%2Fputusan%2Fdownloadpdf%2F4530e1f33c621672fc11ae29ccb6346e%2Fpdf&usg=AOvVaw1J2SSDT9WJcv3J49SwFiRf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar