Selasa, 27 Maret 2018

Kasus Hak Cipta (Sengketa Cap Jempol)


     1.     Pengertian Hak Cipta
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

     2.     Jenis-Jenis Pelanggaran Hak Cipta
Ada beberapa bentuk kegiatan yang dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, antara lain mengutip sebagian atau seluruh ciptaan orang lain yang kemudian dimasukkan ke dalam ciptaannya sendiri (tanpa mencantumkan sumber) sehingga membuat kesan seolah-olah karya nya sendiri (disebut dengan plagiarisme), mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak tanpa mengubah bentuk maupun isi untuk kemudian diumumkan, dan memperbanyak ciptaan orang lain dengan sengaja tanpa izin dan dipergunakan untuk kepentingan komesial.
Adapun batasan-batasan penggunaan, pengambilan, penggandaan, atau pengubahan suatu ciptaan baik sebagian maupun seluruhnya yang tidak termasuk dalam perbuatan yang melanggar Hak Cipta bila sumbernya disebutkan secara lengkap untuk kepentingan:
  1. pendidikan, penelitian, penulisan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
  2. keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
  3. ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
  4. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
Untuk lebih jelasnya, batas-batas mengenai perbuatan yang tidak dianggap sebagai perilaku pelanggaran Hak Cipta dapat ditinjau pada pasal 43 sampai 53 tentang Pembatasan Hak Cipta di dalam Undang-Undang Hak Cipta. 
 

     3.     Sanksi Pelanggaran Hak Cipta

Pelanggaran terhadap Hak Cipta dapat diproses sebagai pidana sebagaimana yang tertuang dalam pasal 120 UU Hak Cipta, “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupaan delik aduan.” Adapun sanksi pelanggaran hak cipta yang diberikan dapat berupa pidana penjara dan/atau denda seperti berikut:

Pasal 112

Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau pasal 52 untuk penggunaan secara komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 113

  1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
  2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  3. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  4. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Pasal 114

Setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 115

Setiap orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi atas potret sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk penggunaan secara komersial baik dalam media elektronik maupun nonelektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

   4. Contoh kasus tentang Hak Cipta

TCL Indonesia Gugat Pembatalan Hak Cipta Logo Cap Jempol

JAKARTA. PT TCL Indonesia, pabrikan produk elektronik asal China ini diketahui tengah bersengketa di pengadilan terkait perseteruan hak cipta logo Cap Jempol. TCL Indonesia mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran hak cipta logo cap Jempol atas nama Junaide Sungkono.
TCL Indonesia menilai pendaftaran hak cipta logo Cap Jempol di bawah No.043944 tertanggal 11 September 2007 milik Junaide dilandasi itikad buruk. Pasalnya logo Cap Jempol tersebut memiliki persamaan atau identik dengan Cap Jempol kepunyaan TCL Indonesia. "Logo Cap Jempol Junaide dengan tanda Jempol dan lingkaran dasar warna merah identik dengan logo Cap Jempol milik TCL Indonesia sehingga logo Cap Jempol Junaide nyata-nyata hanya tiruan," kata Andi F Simangunsong, kuasa hukum TCL Indonesia, Kamis (20/5).
Ditegaskan olehnya, TCL Indonesia adalah pemilik dari hak cipta logo Cap Jempol. Alasannya telah terbuti bahwa sejak November 2003, TCL Indonesia telah mengumumkan dan menggunakan secara luas untuk produk elektroniknya termasuk mesin cuci dan AC. "Logo Cap Jempol itu untuk memberikan informasi adanya garansi selama periode tertentu," katanya.
Sebelumnya pada tahun yang sama, TCL Indonesia melakukan program pembentukan image atas adanya garansi, salah satunya melalui kegiatan pembuatan logo Cap Jempol. Melalui tim marketingnya yang dipimpin oleh Huziyong selaku senior Marketing Manager mulai merancang logo Cap Jempol. Hu Ziyong dan dua rekannya yakni Robert Adriantho serta Hilal Hendarin menyadari logo yang dibuat hanya untuk kepentingan TCL Indonesia. 
Dipertergas dengan adanya surat pernyataan bahwa pencipta dan pemegang hak cipta adalah TCL Indonesia. Tapi sampai sekarang TCL Indonesia tidak pernah mendaftrakan logo Cap Jempol ini ke Ditjen HKI. Meski demikian, walaupun faktanya TCL Indonesia belum pernah mendaftrakan logo tersebut tidak menghilangkan haknya sebagi pencipta dan pemegang hak cipta.
Kasus ini mencuat saat Juanide selaku pemegang sertifikat hak cipta logo Cap Jempol keberatan dengan logo tersebut dipakai oleh TCL Indonesia tanpa izin. Juanide pun sempat melanyangkan dua kali somasi yang ditunjukan ke PT Arisa Mandiri Pratama, distributor TCL di Indonesia menuntut ganti rugi sebelum akhirnya membawa sengketa ini ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 
Junaide ini sebenarnya pemilik dua perusahaan PT TRimitra Cemerlang, dan PT Trimitra Cakra Lestari yang sejak tahun 2001 sampai 200-7 merupakan distrubutor produk TCL. Disamping itu, Junaide merupakan salah satu direktur dan pemegang saham dari TCL Indonesia. Tapi pada 11 April 2007, TCL Overeas Marketing (TCL China) menghentikan kerjasama dengan Trimitra Cakra dan Trimitra Cemerlang dan posisi distributor digantikan PT Aris Mandiri Pratama. 
Melalui kuasa hukumnya dari kantor YBS & Partners, Junaide mengajukan gugatan hak cipta terhadap PT Aris Mandiri Pratama menuntut ganti rugi. Pasalnya hak cipta logo Cap Jempol telah dipakai tanpa hak oleh Aris Mandiri untuk kemasan produk TCL. "Maka klien kami merasa haknya dilanggar dan sangat dirugikan baik materiil dan imateriil," kata Yanuar Bagus Sasmito.
Junaide pun menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 12 miliar dan imaterial mencapai Rp 120 miliar.
(Sumber : http://nasional.kontan.co.id/news/tcl-indonesia-gugat-pembatalan-hak-cipta-logo-cap-jempol-1)

Analisis Kasus:

PT TCL Indonesia yang merupakan pabrikan produk elektronik asal China telah mengumumkan dan menggunakan logo tersebut secara luas untuk produk elektroniknya termasuk mesin cuci dan AC. Walaupun begitu PT. TCL Indonesia sendiri tidak pernah mendaftarkan logo Cap Jempol ini ke Ditjen HAKI. Meski demikian, walaupun faktanya TCL Indonesia belum pernah mendaftarkan logo tersebut tidak menghilangkan haknya sebagai pencipta dan pemegang hak cipta sebagaimana dengan yang tertera dalam UU No.19 Tahun 2002 pasal 5 yang berbunyi :
1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah:
a.       orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
b.      orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.
2)      Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan Tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang Berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.

Kasus ini mencuat saat Junaedi selaku pemegang sertifikat hak cipta logo Cap Jempol keberatan dengan logo tersebut dipakai oleh TCL Indonesia tanpa izin dan meminta ganti rugi sebesar 12 miliyar plus pembayaran royalty dalam jumlah yang sama. Juanide pun sempat melayangkan dua kali somasi yang ditunjukan ke PT Arisa Mandiri Pratama, distributor TCL di Indonesia menuntut ganti rugi sebelum akhirnya membawa sengketa ini ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Putusan majelis hakim yang diketuai Herdy Agusten menyatakan Junaide Sungkono adalah pemilik hak cipta dan pencipta yang sah dari logo cap jempol yang menjadi objek sengketa. Namun, pihak TCL Indonesia melalui kuasa hukumnya menyadari terdapatnya double standard yang diterapkan oleh majelis hakim.Di satusisi, majelis menyatakan PT TCL Indonesia bukan pencipta karena tidak ada perjanjian tertulis dengan para pembuat logo yaitu Hilal Hendana dan Robert Adrianto. Sementara tidak terdapat ketentuan dalam UU No.19 tahun 2002 tidak dicantumkan adanya kewajiban perjanjian tertulis antara yang membuat ciptaan dengan perusahaan tempat dia bekerja Undang-undang hanya mengharuskan adanya perjanjian. Dalam persidangan, Hilal dan Robert mengatakan ada perjanjian lisan dengan PT TCL Indonesia.
Namun, di sisi lain, majelis justru membenarkan Junaide sebagai pencipta. Padahal tidak ada perjanjian tertulis antara Junaide dengan Hilal dan Robert. Padahal menurut pengakuan PT TCL Indonesia, Logo Cap Jempol dibuat oleh Hilal dan Robert yang saat itu merupakan staf tim marketing PT TCL. Logo dibuat di bawah pengawasan dan pimpinan Hu Ziyong selaku Senior Marketing Manager PT TCL Indonesia. Di persidangan pun, Hilal dan Robert selaku pembuat logo cap jempol menyatakan dengan tegas bahwa pencipta logo cap jempol adalah PT TCL Indonesia. Karenanya, Andi mengajukan kasasi terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta. Karena hal ini bertentangan dengan UU No.19 Tahun 2002,yaitu :
Pasal 8
1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam Lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk Dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara Keduapihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
2)      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan Yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam Hubungan dinas.
3)      Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

Apalagi diketahui juga bahwa Junaide ini sebenarnya pemilik dua perusahaan PT Tri mitra Cemerlang, dan PT Trimitra Cakra Lestari yang sejak tahun 2001 sampai 2007 merupakan distributor produk TCL. Disamping itu, Junaide merupakan salah satu direktur dan pemegang saham dari TCL Indonesia.Tapi pada 11 April 2007, TCL Overeas Marketing (TCL China) menghentikan kerjasama dengan Trimitra Cakra danTrimitra Cemerlang dan posisi distributor digantikan PT Aris Mandiri Pratama.

Jadi hasil Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 928 K/Pdt .Sus /2010 “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Agung”.

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas penggugat mohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar memberikan putusan berikut :
1.      Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
2.      Menyatakan penggugat sebagai pencipta dan pemegang hak cipta atas logo “cap jempol”
3.      Menyatakan tergugat telah mendaftarkan logo cap jempol berjudul “Garansi” dengan itikad buruk sebagaimana Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11 September 2009.
4.      Membatalkan Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11 September 2009 atas nama tergugat.
5.      Mmerintahkan turut tergugat untuk menghapus Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11 September 2009 dari daftar umum ciptaan.
6.      Memerintahkan turut tergugat untuk melakukan segala hal yang diperlukan untuk secara efektif menghapuskan Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11 September 2009 dari daftar umum ciptaan dan membatalkan Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 043944 tanggal 11 September 2009 dan untuk tunduk terhadap putusan perkara aquo untuk sisanya dan .
7.      Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara

Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta pusat telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor : 40/HAK CIPTA/2010/PN.NIAGA.JKT PST tanggal 11 agustus 2010 yang amarnya sebagai berikut:
-          Menolak gugatan Pengggugat untuk seluruhnya
-      Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.841.000 (delapan ratus empat puluh satu ribu rupiah).

Menimbang, bahwa amar Putusan Mahkamah Agung RI No. 928 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 23 Maret 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
-       Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. TCL INDONESIA tersebut;
-     Menghukum Pemohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta Rupiah);

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut, yaitu Putusan Mahkamah Agung RI No.928 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 23 Maret 2011 diberitahukan kepada Pemohon Kasasi/Penggugat pada tanggal 27 April 2011 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Kasasi/Penggugat dengan perantaraan kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 September 2011, diajukan permohonan peninjauan kembali di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 21 Oktober 2011 sebagaimana ternyata dari tanda terima permohonan peninjauan kembali dan penyerahan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 18 PK/HaKI/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst, jo Nomor : 928 K/Pdt.Sus/2010, jo Nomor : 40/Hak Cipta/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst., yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negri Jakarta Pusat, permohonan tersebut disertai dengan memori peninjauan kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut pada tanggal 21 Oktober 2011 (hari itu juga).

Memperhatikan pasal - pasal dari Undang- Undang No. 19 Tahun 2002, Undang- Undang No. 48 Tahun 2009, Undang- Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan di tambah dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang No. 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.

MENGADILI :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT TCL INDONESIA tersebut. Menghukum Pemohon Kasasi/ penggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp.5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah). Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2011 oleh H.M.Taufik, SH,MH hakim agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai ketua majelis H.Suwardi, SH,MH dan H Djafni Djamal SH,MH hakim-hakim agung masing-masing sebagai anggota dan diucapkan dalam siding terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh ketua majelis tersebut, dengan dihadiri oleh hakim-hakim anggota serta Enny Indriyastuti SH M.HUM panitera pengganti dengan tanpa dihadiri oleh kedua belah pihak.

     5.     Kesimpulan
Kasus diatas adalah salah satu dari sekian banyak contoh kasus yang terjadi mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang lebih tepatnya mengenai Hak Cipta. Setiap orang yang memiliki suatu karya akan lebih baik jika didaftarkan di Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, agar karyanya terlindungi dari aksi pembajakan. Karena aksi pembajakan dapat merugikan si pemilik karya. Selain itu, jika karya tersebut didaftarkan di Direktorat Jendral Kekayaan Intelekual dan ada yang membajak karya tersebut. Pembajak tersebut dapat dilaporkan dan dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang  No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta pada Pasal 27 ayat 1.


Daftar Pustaka